Thursday, 4 February 2010

MENGHILANGKAN VOKALISASI DALAM MEMBACA


Membaca sambil melafalkan kata-kata yang dibaca dikenal dengan istilah vokalisasi. Dengan cara ini kata-kata berupa tuliskan diwujudkan oleh vokal menjadi sebuah bunyi. Proses vokalisasi mirip dengan proses berbicara atau menyanyi. Membaca dengan melafalkan akan memiliki kecepatan yang kurang lebih setara dengan berbicara. Menurut pakar membaca cepat, kebiasaan membaca seperti ini disebabkan oleh kesalahan metode yang kita gunakan ketika pada masa kecil belajar membaca.

Misalnya metode Phonic yang memperkenalkan abjad dari A s.d. Z yang dilanjutkan dengan mengulang kata-kata. Ada juga metode Lokk say, misalnya kata “Budi” langsung disebut Budi. Biasanya guru bisa mengontrol dan mengoreksi pengucapan siswa. Menurut para ahli bahwa hal ini merupakan salah satu kendala dalam membaca cepat (speed reading), sehingga perlu dihindari.

Kecepatan bicara kurang lebih 120 kata per menit. Dengan kecepatan seperti itu, membaca sebuah artikel terdiri dari dua halaman akan menghabiskan waktu kurang lebih 15 menit. Cukup lambat dan memakan waktu yang panjang. Orang yang mampu berbicara cepat atau ahli debat dapat memiliki kecepatan bicara sampai 250 kata per menit. Walaupun demikian, kecepatan ini pun masih tergolong lambat. Jadi, jika kita membaca sambil bersuara, maka dapat dipastikan kecepatan membaca yang mungkin dicapai maksimal 250 kata per menit.




Membaca dan proses membaca bersuara merupakan hal yang berhubungan. Hubungannya sangat erat terutama pada orang yang sedang belajar membaca. Hal ini khususnya terjadi pada anak-anak yang sedang dalam tahap belajar membaca dengan belajar huruf atau kata-kata. Penerapan belajar membaca dengan ujar dan ulang ujar akan menjadikan kebiasaan membaca bersuara pada anak-anak.

seseorang membaca sambil bersuara karena terbawa kebiasaan ketika belajar membaca dahulu. Pada saat seorang siswa masih belajar membaca, proses melafalkan kata-kata diperlukan untuk mengetahui apakah dia sudah mampu membaca atau belum. Akan tetapi setelah seseorang semakin dewasa, tentu cara tersebut tidak diperlukan lagi.

Alasan lain adalah secara alami memang kita senang men-dikte-kan kembali apa yang kita baca atau dengar untuk proses memahami dan mengulang. Dengan demikian, tidak mengherankan ada orang yang harus mengucapkan sesuatu keras-keras agar dapat menghafal. Atau ada orang yang harus membaca sambil bersuara baru bisa mengerti. Kita senang mendengarkan kembali apa-apa yang kita baca.

Masalah membaca cepat ini penulis temukan pada siswa-siswi setingkat sekolah dasar di tempat penulis mengajar. Sebagian siswa-siswi yang duduk di kelas IV yang menjadi binaan penulis mengalami masalah dengan cara membaca. Kebiasaan membaca berujar dan tidak terbiasanya membaca di dalam hati menjadi pangkal permasalahan yang ingin diselesaikan oleh penulis dengan mencari solusi yang efektif.

Masih ingatkah kita ketika pertama kali belajar membaca dulu? Ya, kita diajarkan untuk mengeja kata demi kata, suku kata demi suku kata.

I-ni Bu-di

I-ni I-bu Bu-di

Dan seterusnya.

Proses mengeja ini dilanjutkan dengan membaca kata demi kata dengan bersuara agak keras. Dengan demikian, akan diketahui apakah seorang siswa sudah lancar membaca atau belum.

Sebagian orang membawa kebiasaan membaca seperti ini sampai dewasa. Mata dan perhatiannya tertuju pada buku yang dibaca sedangkan mulut melafalkan kata demi kata, kalimat demi kalimat.

Kebiasaan membaca seperti ini tentu akan menjadi hambatan tersendiri untuk siswa. Hambatan pertama siswa akan sulit membaca cepat atau speed reading. Padahal membaca cepat sangat penting dalam efektifitas waktu membaca. Dengan membaca cepat pembaca dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan waktu yang relatif singkat. Kebiasaan membaca sambil berujar tentu akan menghalangi siswa dalam belajar atau melakukan membaca secara cepat.

Hambatan kedua siswa akan sulit untuk menelaah pokok informasi yang disampaikan dalam sebuah tulisan. Hal ini justru akan menghambat perkembangan pengetahuan siswa terhadap ilmu-ilmu baru yang di pelajarinya. Sulitnya memahami bacaan dengan berujar karena proses penerimaan informasi terhambat oleh gelombang suara yang menjadi titik konsentrasi.

Hambatan ketiga siswa akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi siswa lain yang sudah terbiasa membaca dalam hati. Kebiasaan membaca bersuara pada satu anak tentu akan menimbulkan masalah yaitu hilangnya konsentrasi siswa lain dalam membaca. Hal ini justru merugikan orang lain, untuk itu kebiasaan membaca bersuara harus dihilangkan karena merugikan diri sendiri dan juga orang lain.

Permasalahan-permasalahan ini menjadi pokok penting bagi penulis untuk mencari apa solusi yang bisa dilakukan penulis agar siswa binaan penulis bisa terbiasa membaca dalam hati dan mengilangkan kebiasaan membaca sambil berujar. Dalam hal ini penulis mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mendapatkan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah membaca bersuara pada anak-anak ini.

Dalam mencari solusi permasalahan membaca bersuara pada anak ini penulis mencari berbagai referensi dan sumber-sumber pengetahuan tentang membaca baik itu dari buku, berbagai artikel baik cetak maupun elektronik. Dari hasil peneleusuran tersebut penulis mendapatkan berbagai macam solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah vokalisasi dalam membaca pada anak.

Vokalisasi dapat dihilangkan jika sadar kapan kita melakukannya dan segera menghentikan saat itu juga. Cara termudah dan praktis adalah dengan meletakkan pensil atau ballpoint diantara kedua bibir ketika membaca. Jika kita melakukan vokalisasi baik bersuara atau tidak, otomatis pensil atau ballpoint tersebut akan jatuh. Ini berfungsi untuk menyadarkan bahwa kita masih melafalkan kata. Hindari hal tersebut dan teruslah berlatih.

Adapun jenis pelafalan lain dalam bentuk lebih halus adalah mengucapkan tidak dengan suara maupun gerakan bibir, melainkan membaca dalam hati. Ini dikenal dengan istilah sub-vokalisasi. Kebiasaan ini termasuk yang paling sulit dihilangkan. Bahkan seorang pembaca cepat yang sudah mampu membaca dua sampai tiga kali rata-rata orang normal biasanya masih membawa kebiasaan tersebut. Para ahli berbeda pendapat tentang sub-vokalisasi. Sebagian mengatakan hal tersebut tidak mungkin dihilangkan dan secara alami pasti akan tetap ada walaupun sangat halus. Sedangkan sebagian lain menyebutkan sub-vokalisasi adalah hambatan yang harus dihilangkan jika ingin membaca jauh lebih cepat lagi. Insya Allah hal ini akan kita bahas dalam tulisan berikutnya.

Share this

0 Comment to "MENGHILANGKAN VOKALISASI DALAM MEMBACA"

Post a Comment