Hari masih gelap, namun aku sudah
terbangun oleh suara hape yang tak
jauh dari tempat ku tidur. Aku beranjak dan ku buka pesan yang datang.
“Bangun Naz.. Yuk sambut rezeki
hari ini” Tulis Ela dalam pesan singkatnya.
Ela adalah kekasihku, sudah tiga
tahun kami menjalin komitmen bersama. Meski kami menjalani hubungan LDR (Long
Distance Relationship), tapi kami tidak merasakan itu sebagai sebuah
masalah. Ela adalah penggerak kakiku yang kadang malas, penuntun tanganku yang
kadang diam, pendorong ragaku yang kadang rapuh. Dengannya aku merasakan
keajaiban aku selalu bersemangat dalam menjalani hari-hariku.
Hari ini aku akan bertemu
dengannya untuk menyampaikan kabar yang membahagiakan. Aku harus bergegas.
Sebelum mandi, aku sempatkan membalas pesan singkatnya..
“Ya Kekasihku.. Terima kasih
ya...” tulisku.
***
Kami bertemu di tempat biasa, di
sebuah foodcourt di Mall Ekalokasari.
Kami memang suka disini. Tempat favorit kami di pojokan tepat di dekat dinding
kaca besar. Dari sini kami bisa melihat ke bawah, seru juga melihat pemandangan
mobil-mobil yang berlalu lalang.
Seorang wanita cantik yang ku
tunggu-tunggu pun datang.
Ela menyalamiku dengan salam
khasnya dengan tangan yang disatukan di depan dada dan disodorkan ke arahku
tapi tidak menyentuh tanganku. Ya itulah bagaimana seorang muslim yang bukan
muhrim bersalaman.
“Sudah lama Naz” tanya Ela.
“Lumayan”
“La aku ada kabar gembira buat
kamu” lanjutku.
“Apa Naz?”
“Kamu diterima mengajar di
tempatku”
Ela terdiam, wajahnya cemas. Aku
heran dengan ekspresi wajahnya. Harusnya kan dia gembira karena ini keinginan
kami untuk mengajar di tempat yang sama. Ela sebenar lagi lulus dari tempat mondoknya dan inilah saat-saat yang kami
nantikan.
“Naz, sebelumnya maafkan Ela ya..
Kayanya Ela gak bisa menerima tawaran itu. Ela sudah kadung menerima tawaran Bu
Eneng guru SMP kita dulu untuk mengajar. Ela akan mengajar di SMP kita dulu”
cetus Ela.
Aku yang kini terdiam menelan
kekecewaan. Padahal aku ingin sekali Ela bekerja di tempatku bekerja. Aku ingin
menebus kerinduan selama ini. Kepala sekolahku sudah menerima Ela di sekolah
tempatku mengajar. Kini aku yang bingung.
“Naz marah ya?Naz Kecewa?” sahut
Ela.
“Harusnya kamu membicarakan ini
semua dengan aku” balasku.
“Ya ini semua memang sudah ingin
aku bicarakan denganmu, tapi kan waktunya yang selalu saja tidak pas. Aku tak
mungkin membicarakan hal sepenting ini di telpon atau sms. Sementara itu Ibu
Eneng membutuhkan keputusanku”
“Jadi penantian aku selama ini
sia-sia ya?”
“Ya enggak juga Naz, mondok Ela kan sudah selesai, Ela akan
balik ke rumah. Lagi pula sekolah tempat Naz mengajar kan berdekatan dengan
tempat Ela mengajar nantinya”
“Ya meski berdekatan tapi beda.
Kamu nanti akan sibuk dengan duniamu dan begitu juga dengan aku. Sama aja kaya
selama ini”
“Jadi Naz menyesal selama ini
kita hubungan jarak jauh”
“Bukan itu masalahnya”
“Ya sudah terserah Naz aja, Ela
gak bisa ngomong apa-apa dan Ela juga tidak bisa mengubah keputusan Ela begitu
saja”
Selanjutnya kami berdua terlibat
dalam diam. Diam yang diselimuti kekecewaan satu sama lain. Sampai kami berdua
pergi tanpa kata-kata.
***
Hari berikutnya masih sama,
terbangun di hari yang masih gelap oleh suara pesan singkat. Ku ambil hape ku dan ku baca.
“Bangun Naz.. Rezeki hari ini
akan lebih besar bila kita bersemangat” tulis Ela.
Aku tak menghiraukan
kata-katanya, aku masih terngiang-ngiang oleh keputusannya yang mengecewakanku.
Akupun berlalu tanpa ku balas pesan singkatnya.
Sesampai di sekolah aku
menyampaikan apa yang menjadi keputusan Ela kepada kepala sekolahku. Seperti
perkiraanku beliau sedikit kecewa. Sekolahku memang tengah membutuhkan guru
baru terutama guru perempuan untuk menggantikan salah satu guru yang keluar. Tapi
untungnya kepala sekolahku memakluminya. Aku sedikit lega tapi tetap dengan
perasaan tak enak hati.
Semenjak aku tak membalas pesan
singkat Ela tadi pagi, hapeku jadi sering berdering. Entah itu sms atau miscall
dari Ela tapi tak pernah aku hiraukan. Terakhir aku matikan hapeku.
***
Keesokan harinya aku terbangun
dari tidurku, namun kali ini bukan oleh pesan singkat Ela tetapi oleh suara
nyaring Ibuku.
“Gus... kamu gak ngajar?”
Aku mulai tersadar dan duduk di
tempat tidur.
“Memang sekarang jam berapa Umi?”
tanyaku
“Jam delapan” jawan Umi singkat.
“HAAAAHHHH”
Ku ambil hapeku dan ku lihat jam
memang menunjukkan pukul 08.00 pagi. Ku buka inbox dan tak kulihat ada pesan singkat Ela yang biasanya
membangunkanku. Entah kenapa aku merasa kecewa dan kehilangan.
Akupun bergegas untuk
bersiap-siap ke sekolah. Sesampai di
sekolah betapa kagetnya aku. Di sekolah ada dua orang tua yang sedang adu
mulut. Aku pun menghampiri mereka.
Ternyata kedua anak mereka berantem di kelas. Mereka saling pukul
dan melukai satu sama lain. Para orang tuapun menyalahkan aku. Aku yang
mestinya tidak terlambat datang dan bisa mencegah semuanya terjadi. Ini memang
kesalahanku.
Hari ini tak ada satupun sms dan misscall Ela yang mampir di hapeku. Aku jadi tidak bersemangat
menjalani hari ini. Kakiku malas bergerak, tanganku hanya ingin diam, dan
ragaku yang seakan rapuh.
Sempat berpikir dalam benakku
untuk mengirim sms dan menelpon Ela. Tapi aku rasa percuma Ela pasti marah
kepadaku karena aku tak membalas pesan-pesan singkatnya. Dia juga pasti tak mau
membalas smsku atau menjawab teleponku.
***
Hari mendung sepulang aku dari
pasar. Seusai jam sekolah tadi aku pergi pasar untuk memberi beberapa
keperluanku termasuk salah satunya jam weker untuk membangunkanku tidur. Supaya
aku tak lagi terlambat ke sekolah. Supaya aku tak bergantung sms Ela yang membangunkanku.
Aku tak mau kejadian tadi di sekolahku terulang lagi.
Sialnya ketika diperjalanan
tiba-tiba motorku mati. Akupun meminggirkan motorku dan memeriksanya.
Kesialanku bertambah karena hujan tiba-tiba mengguyur. Sementara aku tidak tau
apa yang terjadi dengan motorku. Karena semua ku lihat tak ada masalah.
Bensinnya masih full dan olinya baru
aku ganti.
“HHAAAAAHH” aku pun berteriak
sambil aku tendang-tendang motorku ditengah guyuran hujan.
Tiba-tiba tak kulihat lagi air
hujang hinggap di badanku. Ternyata sebah payung berwarna biru memayungiku.
“Tenang Naz.. Atasi dengan kepala
dingin!” ujar Ela yang membuatku menghela nafas.
“Ayo Naz.. pake jas hujannya
dulu!”
Tanpa penolakan aku ambil jas
hujan di dalam jok dan ku kenakan. Setelah itu Ela melipat kembali payungnya.
Ela yang juga menggunakan jas hujan tersenyum kepadaku. Aku sebenarnya tak
cukup berani untuk melihat wajahnya.
Akupun teringat sesuatu. Aku kemudian
memeriksa busi motorku. Ya busi motorku memang bermasalah. Sudah lama ingin aku
ganti. Tapi aku selalu lupa. Aku bersihkan busi motorku dari kotoran yang
menempel dan ku pasang kembali. Alhamdulillah...
motorku hidup kembali. Ya semuanya memang harus diatasi dengan kepala dingin.
“Ya sudah aku duluan ya Naz..”
pamit Ela.
“Ela tunggu!” cegahku
“Kenapa Naz”
“Aku mau minta maaf!”
“Iya.. sudah Ela maafkan”
“Satu lagi”
“Apa?”
“Aku ingin kita bersama Ela,
hidup berdua, kita pandangi langit bersama”
“Aku tidak bisa mengubah
keputusanku Naz.. Aku harus tetap mengajar di SMP”
“Bukan itu Ela”
“Lalu?”
“Izinkan aku meminangmu! Aku
ingin kamu jadi istriku”
Ela tersenyum haru...
“Atas restu Allah, ku ingin milikimu, ku berharap kau menjadi yang
terakhir untukku. Restu Allah ku mencintai dirimu, ku pinang kau dengan
Bismillah”
(Ku pinang kau dengan Bismillah – Unggu dan Rosa)
***
Aku sampaikan keinginanku untuk
menikahi Ela kepada keluargaku. Awalnya aku takut, namun ternyata ketakutanku
salah. Keluargaku mendukung keputusanku untuk melamar dan menikahi Ela.
Aku sampaikan kabar gembira ini
kepada Ela. Ela begitu bahagia karena akhirnya Allah memberikan jalan yang
lapang bagi cinta kami untuk bersatu. Tak perlu menunggu lama aku menyampaikan
keinginanku untuk menikahi Ela kepada keluarganya.
Aku merasa nerveous, Meskipun aku terbiasa menghadapi orang tua siswa tapi tetap
saja ini berbeda. Setelah bicara panjang lebar. Alhamdulillah, keluarga Ela merestui niat kami berdua. Beberapa
hari kemudian keluargaku melamar Ela.
Pada hari Senin, 15 Mei 2014 kami
menyatakan ikrar berdua untuk menjalani pernikahan. Kami telah sah menjadi
sepasang suami istri. Kini kami bisa memandangi langit yang sama bersama-sama.
Semoga keluarga kami menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah..
Aamiin..
Wedding Story,
Agus Nazmudin & Ela Laela
0 Comment to "Wedding Story : Ku Pinang Kau dengan Bismillah"
Post a Comment