Friday 25 September 2015

Wedding Story : Ku Pinang Kau dengan Bismillah



Hari masih gelap, namun aku sudah terbangun oleh suara hape yang tak jauh dari tempat ku tidur. Aku beranjak dan ku buka pesan yang datang.

“Bangun Naz.. Yuk sambut rezeki hari ini” Tulis Ela dalam pesan singkatnya.

Ela adalah kekasihku, sudah tiga tahun kami menjalin komitmen bersama. Meski kami menjalani hubungan LDR (Long Distance Relationship), tapi kami tidak merasakan itu sebagai sebuah masalah. Ela adalah penggerak kakiku yang kadang malas, penuntun tanganku yang kadang diam, pendorong ragaku yang kadang rapuh. Dengannya aku merasakan keajaiban aku selalu bersemangat dalam menjalani hari-hariku.

Hari ini aku akan bertemu dengannya untuk menyampaikan kabar yang membahagiakan. Aku harus bergegas. Sebelum mandi, aku sempatkan membalas pesan singkatnya..
“Ya Kekasihku.. Terima kasih ya...” tulisku.
***
Kami bertemu di tempat biasa, di sebuah foodcourt di Mall Ekalokasari. Kami memang suka disini. Tempat favorit kami di pojokan tepat di dekat dinding kaca besar. Dari sini kami bisa melihat ke bawah, seru juga melihat pemandangan mobil-mobil yang berlalu lalang. 

Seorang wanita cantik yang ku tunggu-tunggu pun datang.
Ela menyalamiku dengan salam khasnya dengan tangan yang disatukan di depan dada dan disodorkan ke arahku tapi tidak menyentuh tanganku. Ya itulah bagaimana seorang muslim yang bukan muhrim bersalaman. 

“Sudah lama Naz” tanya Ela.
“Lumayan”
“La aku ada kabar gembira buat kamu” lanjutku.
“Apa Naz?”
“Kamu diterima mengajar di tempatku”

Ela terdiam, wajahnya cemas. Aku heran dengan ekspresi wajahnya. Harusnya kan dia gembira karena ini keinginan kami untuk mengajar di tempat yang sama. Ela sebenar lagi lulus dari tempat mondoknya dan inilah saat-saat yang kami nantikan.

“Naz, sebelumnya maafkan Ela ya.. Kayanya Ela gak bisa menerima tawaran itu. Ela sudah kadung menerima tawaran Bu Eneng guru SMP kita dulu untuk mengajar. Ela akan mengajar di SMP kita dulu” cetus Ela.

Aku yang kini terdiam menelan kekecewaan. Padahal aku ingin sekali Ela bekerja di tempatku bekerja. Aku ingin menebus kerinduan selama ini. Kepala sekolahku sudah menerima Ela di sekolah tempatku mengajar. Kini aku yang bingung. 

“Naz marah ya?Naz Kecewa?” sahut Ela.
“Harusnya kamu membicarakan ini semua dengan aku” balasku.
“Ya ini semua memang sudah ingin aku bicarakan denganmu, tapi kan waktunya yang selalu saja tidak pas. Aku tak mungkin membicarakan hal sepenting ini di telpon atau sms. Sementara itu Ibu Eneng membutuhkan keputusanku”
“Jadi penantian aku selama ini sia-sia ya?”
“Ya enggak juga Naz, mondok Ela kan sudah selesai, Ela akan balik ke rumah. Lagi pula sekolah tempat Naz mengajar kan berdekatan dengan tempat Ela mengajar nantinya”
“Ya meski berdekatan tapi beda. Kamu nanti akan sibuk dengan duniamu dan begitu juga dengan aku. Sama aja kaya selama ini”
“Jadi Naz menyesal selama ini kita hubungan jarak jauh”
“Bukan itu masalahnya”
“Ya sudah terserah Naz aja, Ela gak bisa ngomong apa-apa dan Ela juga tidak bisa mengubah keputusan Ela begitu saja”

Selanjutnya kami berdua terlibat dalam diam. Diam yang diselimuti kekecewaan satu sama lain. Sampai kami berdua pergi tanpa kata-kata.
***
Hari berikutnya masih sama, terbangun di hari yang masih gelap oleh suara pesan singkat. Ku ambil hape ku dan ku baca.

“Bangun Naz.. Rezeki hari ini akan lebih besar bila kita bersemangat” tulis Ela.
Aku tak menghiraukan kata-katanya, aku masih terngiang-ngiang oleh keputusannya yang mengecewakanku. Akupun berlalu tanpa ku balas pesan singkatnya.

Sesampai di sekolah aku menyampaikan apa yang menjadi keputusan Ela kepada kepala sekolahku. Seperti perkiraanku beliau sedikit kecewa. Sekolahku memang tengah membutuhkan guru baru terutama guru perempuan untuk menggantikan salah satu guru yang keluar. Tapi untungnya kepala sekolahku memakluminya. Aku sedikit lega tapi tetap dengan perasaan tak enak hati.

Semenjak aku tak membalas pesan singkat Ela tadi pagi, hapeku jadi sering berdering. Entah itu sms atau miscall dari Ela tapi tak pernah aku hiraukan. Terakhir aku matikan hapeku.
***
Keesokan harinya aku terbangun dari tidurku, namun kali ini bukan oleh pesan singkat Ela tetapi oleh suara nyaring Ibuku.

“Gus... kamu gak ngajar?”
Aku mulai tersadar dan duduk di tempat tidur.
“Memang sekarang jam berapa Umi?” tanyaku
“Jam delapan” jawan Umi singkat.
“HAAAAHHHH”

Ku ambil hapeku dan ku lihat jam memang menunjukkan pukul 08.00 pagi. Ku buka inbox dan tak kulihat ada pesan singkat Ela yang biasanya membangunkanku. Entah kenapa aku merasa kecewa dan kehilangan. 

Akupun bergegas untuk bersiap-siap ke sekolah.  Sesampai di sekolah betapa kagetnya aku. Di sekolah ada dua orang tua yang sedang adu mulut. Aku pun menghampiri mereka.
Ternyata kedua anak mereka berantem di kelas. Mereka saling pukul dan melukai satu sama lain. Para orang tuapun menyalahkan aku. Aku yang mestinya tidak terlambat datang dan bisa mencegah semuanya terjadi. Ini memang kesalahanku. 

Hari ini tak ada satupun sms dan misscall Ela yang mampir di hapeku. Aku jadi tidak bersemangat menjalani hari ini. Kakiku malas bergerak, tanganku hanya ingin diam, dan ragaku yang  seakan rapuh. 

Sempat berpikir dalam benakku untuk mengirim sms dan menelpon Ela. Tapi aku rasa percuma Ela pasti marah kepadaku karena aku tak membalas pesan-pesan singkatnya. Dia juga pasti tak mau membalas smsku atau menjawab teleponku.
***
Hari mendung sepulang aku dari pasar. Seusai jam sekolah tadi aku pergi pasar untuk memberi beberapa keperluanku termasuk salah satunya jam weker untuk membangunkanku tidur. Supaya aku tak lagi terlambat ke sekolah. Supaya aku tak bergantung sms Ela yang membangunkanku. Aku tak mau kejadian tadi di sekolahku terulang lagi.

Sialnya ketika diperjalanan tiba-tiba motorku mati. Akupun meminggirkan motorku dan memeriksanya. Kesialanku bertambah karena hujan tiba-tiba mengguyur. Sementara aku tidak tau apa yang terjadi dengan motorku. Karena semua ku lihat tak ada masalah. Bensinnya masih full dan olinya baru aku ganti.

“HHAAAAAHH” aku pun berteriak sambil aku tendang-tendang motorku ditengah guyuran hujan.
Tiba-tiba tak kulihat lagi air hujang hinggap di badanku. Ternyata sebah payung berwarna biru memayungiku.
“Tenang Naz.. Atasi dengan kepala dingin!” ujar Ela yang membuatku menghela nafas.
“Ayo Naz.. pake jas hujannya dulu!”
Tanpa penolakan aku ambil jas hujan di dalam jok dan ku kenakan. Setelah itu Ela melipat kembali payungnya. Ela yang juga menggunakan jas hujan tersenyum kepadaku. Aku sebenarnya tak cukup berani untuk melihat wajahnya. 

Akupun teringat sesuatu. Aku kemudian memeriksa busi motorku. Ya busi motorku memang bermasalah. Sudah lama ingin aku ganti. Tapi aku selalu lupa. Aku bersihkan busi motorku dari kotoran yang menempel dan ku pasang kembali. Alhamdulillah... motorku hidup kembali. Ya semuanya memang harus diatasi dengan kepala dingin.
“Ya sudah aku duluan ya Naz..” pamit Ela.
“Ela tunggu!” cegahku
“Kenapa Naz”
“Aku mau minta maaf!”
“Iya.. sudah Ela maafkan”
“Satu lagi”
“Apa?”
“Aku ingin kita bersama Ela, hidup berdua, kita pandangi langit bersama”
“Aku tidak bisa mengubah keputusanku Naz.. Aku harus tetap mengajar di SMP”
“Bukan itu Ela”
“Lalu?”
“Izinkan aku meminangmu! Aku ingin kamu jadi istriku”
Ela tersenyum haru...

“Atas restu Allah, ku ingin milikimu, ku berharap kau menjadi yang terakhir untukku. Restu Allah ku mencintai dirimu, ku pinang kau dengan Bismillah”
(Ku pinang kau dengan Bismillah – Unggu dan Rosa) 

***

Aku sampaikan keinginanku untuk menikahi Ela kepada keluargaku. Awalnya aku takut, namun ternyata ketakutanku salah. Keluargaku mendukung keputusanku untuk melamar dan menikahi Ela.
Aku sampaikan kabar gembira ini kepada Ela. Ela begitu bahagia karena akhirnya Allah memberikan jalan yang lapang bagi cinta kami untuk bersatu. Tak perlu menunggu lama aku menyampaikan keinginanku untuk menikahi Ela kepada keluarganya. 

Aku merasa nerveous, Meskipun aku terbiasa menghadapi orang tua siswa tapi tetap saja ini berbeda. Setelah bicara panjang lebar. Alhamdulillah, keluarga Ela merestui niat kami berdua. Beberapa hari kemudian keluargaku melamar Ela. 

Pada hari Senin, 15 Mei 2014 kami menyatakan ikrar berdua untuk menjalani pernikahan. Kami telah sah menjadi sepasang suami istri. Kini kami bisa memandangi langit yang sama bersama-sama. Semoga keluarga kami menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah.. Aamiin..
Wedding Story,

Agus Nazmudin & Ela Laela

Share this

0 Comment to "Wedding Story : Ku Pinang Kau dengan Bismillah"

Post a Comment