Saturday, 2 August 2014

Angkutan Kota Yang Terakhir

Malam belum begitu larut masih sekitar jam 8. Tapi angkot yang akan menuju rumahku sudah jarang yang melintasi kalaupun ada angkotnya penuh. Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Aku menunggu angkot yang akan membawa aku kerumah.

Beginilah setiap hari aku pulang sekolah harus sampai larut malam. Ini karena jadwal disekolah ku padat sekali dan jarak sekolahku yang memang jauh. Dalam balutan malam yang gelap aku berdiri dipinggir jalan sendiri, ya hanya sendiri sampai seseorang yang selaluku nanti kehadirannya datang dan bersamaku menunggu angkot.

Seseorang, aku tak tahu siapa namanya, dari mana dia berasal dan akan kemana dia pergi, kami memang belum pernah berkomunikasi. Tampangnya tenang dan tak pernah berbasa-basi sepertinya tapi meski begitu kehadirannya membuat aku merasa aman. begitulah malam-malam ku berlalu bersama seseorang itu.

Aku ingin sekali mengenalnya. Tapi gengsi ah masa iya wanita duluan. Aku tidak mau disebut wanita agresif. Makanya meski banyak malam kami lalui tiada sepatah kata yang menghiasi kebersamaan kami. Tapi walau begitu dia ramah, dia selalu tersenyum manis, dia gagah karena aku merasa terlindungi. Pernah suatu ketika aku menunggu sendiri. Tempatnya sama disini. Ada dua orang laki-laki duduk di sebelahku. Seperti di film-film mereka mencoba mengajakku kencan dan merayu. Lalu datang dia. Dia berdiri dengan tenangnya. Lalu entah kenapa kemudian dua laki-laki itu pergi. Dari situlah aku merasa kehadirannya membuat aku aman dan merasa nyaman.

Saat pertemuan pertama kali disini ditempat ini. Aku berdiri menunggu angkot dan dia juga berdiri menunggu angkot. Jarak aku dan dia ada lah sekitar 5 meter. Dan grafiknya jaraknya terus mengalami kedekatan. Waktu itu kita cuek-cuek saja.

Saat ini jarak aku dengannya sekitar 2 meter saja. Dia selalu tersenyum. tapi komunikasi kita semu. Malam itu angkut terasa lama sekali. Aku lihat dia juga sudah lelah menunggu. Beberapa kali dia melihat jam di arloji tangannya.

Bosan menunggu akhirnya dia pergi. Aku sedikit kecewa, ku pikir dia akan berjalan kaki karena bosan menunggu. Tapi pikirku salah beberapa saat dia kembali membawa sebungkus bakwan. ternyata dia lapar. Haha.... Lucu sekali melikat dia kelaparan.

Detik berikutnya dia mendekatiku. Aduh aku degdegan sermpat terbesit di benakku untuk mengambil cermin di dalam tas dan menyisir rambutku. Tapi gak mungkin karna dia terlalu dekat. Akhirnya aku pasrah menampilkan diriku yang seadanya, biarlah dia mau berkata apa...
“Mau......”
“Laper Ya...”
“Iya.......”
“Beneran nawarin ni”
“Iya, Ambil aja”
Aku lalu mengambil satu bakwan dari sebungkus bakwan yang dia sodorkan. Aku makan sedikit-sedikit, Biasalah jaga image. Aku gak mau dia menilai aku wanita yang rakus. Walaupun sebenarnya perut aku memang lagi ngamen ni...
“Lagi”
“Udah, cukup”
Tak berapa lama sebuah angkot berhenti didepan kami. Angkotnya memang tidak kosong tapi cukuplah buat menampung kami berdua.
Hari yang melelahkan, dia tertidur di dalam angkot sampai aku turun dari angkotpun dia tetap tertidur aku tak berani membangunkannya.

***

Kejadian semalam membuat aku lebih bersemangat. Aku bertekat untuk lebih agresif dengannya. Aku akan bertanya banyak hal sama dia. Makanya supaya aku tidak lupa aku menulis daftar pertanyaan yang akan aku buat di buku catatan. Aku mau tanya namanya yang tak sempat ku tanyakan semalam , aku mau tanya tempat tinggalnya, dimana dia kerja, atau apa dia masih kuliah. Pokonya banyak hal yang akan kutanyakan. Menunggu memang hal yang menjenuhkan untuk sampai ke jam 8 malam dan kembali ke kegiatanku menunggu angkot seperti bertahun-tahun.

Dan waktu yang aku tunggupun tiba. Masih pada tempat dan jam yang sama aku berdiri tegak sambil menunggu. Bukan sekedar menunggu angkot tetapi menunggu dia. Berkali-kali aku ambil cermin dari dalam tasku untuk melihat penampilanku. Aku ingin malam ini gak ada yang salah dari wajahku. Berkali juga aku meratakan bedak di pipiku takut kalau bedaknya tak merata.

Waktu berlalu terus. Jam berjalan begitu cepat. Hal yang tak kusadari jam sudah menunjukkan jam 9 malam. 1 jam aku lalui hanya untuk mengotak-atik penampilanku. Tapi kemana dia. Dia belum datang juga. Biasanya jam 8 dia sudah sampai disini tapi sekarang dia belum datang juga. Waktu lagi-lagi berlari pergi sampai di jam 10 tiba. Angkot yang terakhirpun sudah dihadapanku. Aku pun tak punya pilihan. Akupun naik bersama harapan kosong yang ku tinggalkan...

Sejak malam itu, aku tak menemukan dia. Hari selanjutnya aku tak pernah menemukan dia lagi. Aku tak tahu dia kemana dan aku tak tahu dia ada dimana. Jejaknya meninggalkan rasa dihatiku. Sebuah rasa yang tak pernah aku ungkapkan kepadanya. Entah dia tahu atau tidak. Kini harapanku adalah menemukan dia lagi. Walau entah kapan?.

Share this

0 Comment to "Angkutan Kota Yang Terakhir"

Post a Comment