Friday 6 January 2012

Analisis Psikologis Tokoh “Kakek” Dalam Cerita Pendek Robohnya SurauKami Karya A. A. Navis


Cerita Pendek “Robohnya Surau Kami” bercerita tentang seorang Kakek penjaga Surau yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Surau yang dulu dijaga dan dirawatnya kemudian menjadi tidak terurus dan tinggal menanti robohnya saja. Dalam cerpen ini Kakek diceritakan mengalami gejolak batin yang luar biasa yang menyebabkan dirinya stress, depresi, dan frustasi. Kakek yang taat beribadah diberikan analogi oleh seorang tokoh Ajo Sidi tentang nasib orang yang taat beribadah ketika berada diakhirat.

Dalam analoginya Ajo Sidi menceritakan tentang Haji Soleh yang dijebloskan ke neraka. Padahal selama di dunia dia rajin dan taat beribadah. Selain itu Haji Soleh sudah menyempurnakan keislamannya dengan berangkat ke tanah suci dan menjadi Haji. Mendengar cerita Haji Soleh terebut Kakek menjadi marah luar biasa karna merasa kehidupannya sama persis seperti Haji Soleh.

Karena merasa perbuatannya menjadi sia-sia Kakek mengalami kemarahan luar biasa terahadap Ajo Sidi dan lebih dalam lagi kemarahan terhadap dirinya sendiri. Sampai pada akahirnya Kakek diceritakan bunuh diri dengan menggogok lehernya sendiri.



Sosok Kakek dalam cerpen ini mengalami berbagai situasi. Sosok Kakek yang semula dikenal taat dan sederhana berubah 180 derajat menjadi sosok yang durja, penuh dendam, dan namun juga mengalami keputusasaan. Berikut sebuah kutipan saat Kakek mengalami hal tersebut.

Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek, "Pisau siapa, Kek?"

"Ajo Sidi."

"Ajo Sidi?"

Dalam kutipan tersebut Kakek digambarkan mengalami rasa marah yang luar biasa. Meskipun kemarahannya itu tidak ditunjukkan dengan tindakan merusak yang membabi buta melainkan ditunjukkan dengan penekanan terhadap jiwa. Seperti sebuah pergolakan yang begitu dahsyat, menyalahi diri sendiri, dan membunuh semua jalan keluar.

Kemarahan adalah suatu emosi yang secara fisik mengakibatkan antara lain peningkatan denyut jantung, tekanan darah, serta tingkat adrenalin dan noradrenalin. Rasa marah menjadi suatu perasaan yang dominan secara perilaku, kognitif, maupun fisiologi sewaktu seseorang membuat pilihan sadar untuk mengambil tindakan untuk menghentikan secara langsung ancaman dari pihak luar. Dengan demikian ada sebuah tekanan besar yang dialami Kakek, sebuah tekanan yang secara langsung atau tidak langsung menghambat atau mengganggu jiwanya yang secara jelas mengganggu pula terhadap keberlangsungan hidupnya.

Ekspresi kemarahan Kakek ditunjukkan dengan Ketidakgembiraannya menyambut tamu yang merupakan tokoh Aku yang tentu saja bukan tindakan seperti biasanya. Lalu eksperesi yang lain yang melukiskan kemarahannya terdapat pada raut mukanya yang muram, pandangannya yang sayu, dan tingkah prilaku kakek yang duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Ekspersi-ekspresi tersebut memberikan gambaran yang gamblang tentang kemarahan sang Kakek.

Ekspresi kemarahan Kakek juga ditunjukkan dengan menyebut sosok yang membuatnya dalam kondisi tersebut. Ada sebuah tekanan besar ketika Kakek menyebut nama tersebut. Rasa kesal yang begitu besar dan rasanya berat untuknya mengucapkan nama tersebut.

"Ajo Sidi."

"Ajo Sidi?"

Kemarahan Kekek selanjutnya diluapkan dengan kata-kata yang lebih panjang. Dalam situasi ini ada sebuah tempat untuk Kakek mengungkapkan apa yang dialaminya. Tempat luapan emosi Kakek adalah tokoh Aku. Kepada tokoh Aku lah Kakek mengungkapkan tentang semua yang dialami olehnya sebelumnya. Berikut kutipan ceritanya.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi. "Apa ceritanya, Kek?"

"Siapa?"
"Ajo Sidi."

"Kurang ajar dia," Kakek menjawab.

"Kenapa?"
"Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya."
"Kakek marah?"

"Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal."

Begitlah, meski sepintas Kakek mengatakan bahwa "Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya”. Maksud Kakek tersebut bahwa dia sudah lama tidak marah-marah yang diekspresikan dengan tindakan yang merusak, tindakan menyerang lawan, maupun menyakiti. Kemarahan yang dialami Kakek adalah kemarahan pasif, Kemarahan yang hanya bisa diekpresikan dengan sikap dan prilaku internal.

Puncak dari segelombang permasalahan yang Kakek alami adalah ketika dia melakukan diri. Teori-teori psikologi tentang bunuh diri, fokus pada pikiran dan motivasi dari orang-orang yang melakukan percobaan bunuh diri (Barlow & Durand, 2002). Teori-teori psikologi humanis-eksistensialis misalnya, menghubungkan bunuh diri dengan persepsi tentang hidup yang sudah tidak mempunyai harapan atau tidak mempunyai tujuan yang pasti. Beck (dalam Halgin & Whitbourne, 2003) mengatakan bahwa bunuh diri adalah ekspresi dari hilangnya harapan yang dicetuskan oleh ketidakmampuan individu dalam mengatasi stres. Inilah kutipan saat Kakek diceritakan melakukan bunuh diri.

Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
"Siapa yang meninggal?" tanyaku kaget.

"Kakek."
"Kakek?"
"Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."

"Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.Seperti dikemukakan dalam teori-teori diatas yang menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah sebuah tindakan keputusasaan yang tidak lagi terdapat jalan keluar, tidak lagi ada harapan, dan tidak ada kemampuan untuk mengembalikkan keadaan. Situasi Kakek mencerminkan hal tersebut. Pertama, Kakek merasa apa yang telah dilakukannya selama ini di dunia menjadi sia-sia. Segala ibadahnya yang menjadi tumpuan harapannya selama ini menjadi sia-sia karna persepsi yang dikemukakan tokoh Ajo Sidi berbanding terbalik dengan apa yang dipahaminya dan dijalankan selama ini. Celakanya Kakek memahami betul kebenaran yang dikatakan Ajo Sidi. Secara tersirat Kakek mempercayai apa yang dikemukakan Ajo Sidi yang dalam cerita ini disebut “Bualan”.

Ajo Sidi dalam ceritanya mengemukakan bahwa orang yang hidup didunia hanya beribadah dengan menyembah dan memuji-muji Tuhan saja dan mengabaikan apa yang ada disekelilingnya tidaklah mungkin akan dihadiahi surga oleh Tuhan. Justru sebaliknya orang yang hidup di dunia hanya untuk beribadah dalam rangka mencari keselematan diri sendiri berada pada situasi kecelekaaan yang luar biasa. Disebut dalam cerpen ini bahwa orang yang mengabaikan hal-hal disekitar adalah “Umpan Neraka”.

Tokoh Kakek dalam hal ini menyimpulkan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar hanya menymbah Tuhan dengan memuji-muji namanya. Dia mengabaikan kemiskinannya yang membuat anak cucunya miskin pula, Ia mengabaikan kehidupan dunianya sehingga orang mungkin tidak terlalu menghargai dia, dan dia tidak menghiraukan orang-orang di sekelilingnya tentang keadaan mereka, apakah mereka hidup cukup, apakah keluarganya sudah berada di jalan Tuhan. Kakek hanya memikirkan bagaimana agar dia selamat masuk surga saat berada di akhirat. Makanya itu Kakek melakukan upaya-upaya (Beribadah) untuk bisa sampai ke surga.

Saat pemahamannya tentang interpretasi ketuhanan dan surga terbantahkan oleh uraian Ajo Sidi. Kakek mengalami guncangan luar biasa. Dia merasakan kecendrungan bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Celakanya kesalahannya itu dilakukannya selama bertahun-tahun. Mengingat usianya yang memang sudah tua, Kakek kemudian merasa tak ada jalan keluar untuk memperbaiki semuanya. Dia berpikir bahwa kesalahan yang dilakukannya tidak dapat diperbaiki. Namun ia juga tak mau begitu saja masuk neraka atas segala ibadah yang dilakukannya. Dalam situasi tekanan berat itulah Kakek mengalami goncangan luar biasa antara hidup dan mati. Lalu untuk mengakhiri segala tekanan hidupnya yang tak kuat lagi ia tanggung, maka bunuh dirilah Ia.

 Teori kognitif-behavior meyakini jika kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi terhadap terjadinya perilaku bunuh diri. Konsistensi prediksi yang tinggi dari variabel kognitif terhadap bunuh diri adalah kehilangan harapan (hopelessness), perasaan jika masa depan sangatlah suram dan tidak ada jalan untuk menjadikan hal tersebut menjadi lebih baik atau positif (Beck, dkk., dalam Hoeksema, 2001). Adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous thinking), kekakuan dan ketidak luwesan dalam berpikir menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Kekakuan dan ketidak luwesan tersebut menjadikan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan oleh orang tersebut menghilang.

Karakteristik perilaku yang menunjukkan atau yang menjadi penyebab seseorang melakukan bunuh diri adalah impulsifitas. Perilaku ini (impulsif), akan semakin berisiko jika terkombinasikan dengan gangguan psikologis yang lain, seperti depresi atau tinggal di lingkungan dengan potensi untuk menghasilkan stres yang tinggi (Hoeksema, 2001).

Share this

0 Comment to "Analisis Psikologis Tokoh “Kakek” Dalam Cerita Pendek Robohnya SurauKami Karya A. A. Navis"

Post a Comment